MAKALAH
DIAGNOSA KLINIK VETERINER
Tentang
SINDROM
NEFROTIK
FAKULTAS KEDOKTERAN
HEWAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
BANDA ACEH
2013
Ditinjau dari jenis kelamin, hewan jantan memiliki kecenderungan untuk
menjalani operasi cystotomi. Anatomi saluran kelamin pada hewan jantan yang
berbentu huruf `S` yang disebut plexure
sigmoidea merupakan faktor pendukung terjadinya gangguan pada sistem urinasi.
Disamping itu pemberian makanan yang mengandung protein tinggi dapat juga
mendorong pembentukan proteinuria (Anonimous, 2013).
Vesika urinaria adalah suatu kantong yang bersifat muculo membraneuos.
Secara anatomis vesika urinaria terletak pada bagian ventral dari cavum
abdominalis, berada di sisi kanan rongga pelvis, mempunyai dinding otot yang
kuat. Besarnya tergantung dari besar hewan dan banyaknya urin yang terkandung
didalamnya. Vesika urinaria menerima urin dari ginjal melewati ureter dan
kemudian disimpan sampai waktunya dikeluarkan melalui utetra.. vesika urinaria
dibagi tiga bagian yaitu Cervix vesikae (leher), Corpus vesikae (badan) dan Vertex vesikae
(puncak). Vesika urinaria
yang kosong berbentuk piramid, sedangkan jika berisi urin berbentuk bulat (Sisson dkk, 1961).
Vesika urinaria terdiri dari permukaan ventral dan dorsal. Permukan ventral
(fascia ventralis) berbatasan dengan rongga pelvis dan abdomen, sedangkan
permukaan dorsal (fascia dorsalis) berbatasan dengan rektum, alat kelamin,
ujung duktus deferen, vesika urinaria dan glandula prosta (Sisson dkk., 1961).
Sindrom nefrotik, adalah
salah satu penyakit ginjal
yang sering dijumpai pada hewan muda, merupakan suatu
kumpulan gejala-gejala klinis yang terdiri dari proteinuria masif,
hipoalbuminemia, hiperkholesterolemia serta sembab. Yang dimaksud proteinuria
masif adalah apabila didapatkan proteinuria sebesar 50-100 mg/kg berat
badan/hari atau lebih. Albumin dalam darah biasanya menurun hingga kurang dari
2,5 gram/dl (Anonimous, 2010).
1.1
Mekanisme
Terbentuknya Edema Nefrosis
Mekanisme pembentukan edema pada nefrosis tidak
dimengerti sepenuhnya. Kemungkinannya adalah bahwa edema didahului oleh
timbulnya hipoalbuminemia, akibat kehilangan protein urin. Hipoalbuminemia
memungkinkan transudasi cairan dari ruang intravaskuler ke ruang interstisial.
Penurunan volume intravaskuler menurunkan tekanan perfusi ginjal, mengaktifkan
system rennin-angiotensin –aldosteron, yang merangsang reabsorbsi natrium di
tubulus distal. Penurunan volume intravaskuler juga merangsang pelepasan
hormone antidiuretik, yang mempertinggi reabsorbsi air dalam duktus kolektivus.
Karena tekanan onkotik plasma berkurang, natrium dan air yang teral
direabsorbsi masuk ke ruang interstisial, memperberat edema. Adanya factor
factor lain yang juga memainkan peran pada pembentukan edema dapat ditunjukkan
melalui observasi bahwa beberapa penderita sindrom nefrotik mempunyai volume
intravaskuler yang normal atau meningkat, dan kadar rennin serta aldosteron
plasma normal atau menurun (Bishop, 1996).
Menurut (Tiley dkk, 2000) penjelasan secara hipotesis
meliputo defek intrarenal dalam eksresi natrium dan air atau adanya agen dalam
sirkulasi yang menaikkan pereabilitas dinding kapiler di seluruh tubuh serta
dalam ginjal. Pada status nefrosis, hamper semua kadar lemak (kolesterol,
trigliserid) dan lipoprotein serum meningkat. Sekurangkurangnya ada dua factor
yang memberikan sebagian penjelasan :
a)
Hipoproteinemia merangsang sintesis protein menyeluruh
dalam hati, termasuk lipoprotein, dan
b)
Katabolisme lemak menurun, karena penurunan kadar
lipoprotein lipase plasma, system enzim utama yang mengambil lemak dari plasma.
Apakah lipoprotein lipase keluar melalui urin belum jelas.
1.2
Gejala
Klinis
Sindrom nefrotik adalah keadaan klinis yang disebabkan
oleh kerusakan glomerulus. Peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap
protein plasma menimbulkan :
1.
Proteinuria
2.
Hipoalbuminemia
3.
Hiperlipidemia
Walaupun gejala yang ditumbulkan bervariasi seiring
dengan perbedaan proses penyakit, gejala yang paling sering berkaitan dengan
sindrom nefrotik adalah :
1.
Penurunan pengeluaran urine dengan urine berwarna
gelap, berbusa
2.
Retensi cairan dengan edema berat (edema faisal,
abdomen, area genetalia, dan ekstremitas)
3.
Distensi abdomen karena edema dan edema usus yang
mengakibatkan kesulitan bernapas, nyeri abdomen, anoreksia, diare dan pucat
4.
Keletihan dan intoleran aktivitas
5.
Nilai uji laboratorium abdnormal
1.3
Diagnosa
Klinik
1.
Anamnesis : bengkak seluruh tubuh dan buang air kecil
warna keruh
2.
Pemeriksaan fisik : edema anasarka dan asites
3.
Laboratorium : proteinuri massif, hiperlipidemia,
hipoalbuminemia, lipiduria, hiperkoagulabilitas
4.
Pemeriksaan penunjang : urinalisis, ureum, creatinin,
tes fungsi hati, profil lipid, elektrolit, gula darah, hemostasis, pemeriksaan
imunologi, biopsy ginjal, proteuniurin kuantitaif (Archibald,
1979).
1.4
Diagnose Banding
1.
Sembab non-renal : gagal jantung kongestif, gangguan
nutrisi, edema hepatal, edema Quincke
2.
Glomerulonefritis akut
3.
Lupus sitemik eritematosus (Archibald,
1979).
1.5
Pemeriksaan
Penunjang
Urin
terlihat berkabut dan terdapat albuminuria berat. Proteinuria yang sangat
selektif, yaitu urin yang mengandung sejumlah besar protein dengan berat
molekul rendah, merupakan gambaran prognostic yang baik yang menunjukkan
histology perubahan minimal. Silinderhialin sangat banyak. Albumin serum
dibawah 25 g/L dan kolesterol serum biasanya meningkat. Keratin serum biasanya
normal (Fossum, 2002).
1.6
Penanganan
Sindrom Nefrotik
Tidak ada tindakan yang spesifik, infeksi harus
dicegah karena daya tahan tubuh pasien menurun. Banyak protein yang terbuang
dalam urin dan terjadi edema berat yang dapat mengancam integritas kulit. Obat
imunosupresan yang diberikan kepada pasien juga dapat membuat daya tahan tubuh
menurun. Torasentesis atau parasentesis dapat dilakukan apabila banyak cairan
yang terkumpul dalam celah pleura atau rongga abdomen. Prosedur ini hanya dapat
mengurangi rasa sesak dan dispnea yang berat (Walker, 1980).
Diet pada klien ini diberikan 1 g/kg protein setiap
hari. supan natrium dibatasi untuk mengendalikan edema. Makanan tinggi kalium
diberikan untuk pasien yang menerima diureitk. Aktivitas juga dapat dilakukan
dengan tirah baring selama edema berat dan tanda infeksi. Imobilitas yang lama
tidak dianjurkan (Tiley dkk, 2000)
Menurut (Fossum, 2002) bahwa penatalaksanaan pada
klien dengan sindrom nefrotik adalah sebagai berikut :
1.
Pemantauan cairan dengan mengkaji ketidakseimbangan
elektrolit, seperti hipokalsemia, hiponatremia, dan hipernatremia
2.
Pemberian nutrisi yang adekuat, yaitu tinggi kalori,
tinggi protein dan menurunkan jumlah natirum (mengurangi makanan yang
mengandung tinggi natrium)
3.
Pemberian perawatan kulit atau mengubah posisi dengan
sering, serta menggunakan bantal penopang untuk menghindari kerusakan pada
daerah penonjolan
4.
Penatalaksanaan medis dalam pemberian kortikosteroid,
diuretic dan retriksi natirium (8)
1.7
Komplikasi
1.
Penurnan volume intravascular (syok hipovolemik)
2.
Kemampuan koagulasi yang berlebihan (thrombosis vena)
3.
Gangguan pernapasan (yang berhubungan dengan retensi
cairan dan distensi abdomen)
4.
Kerusakan kulit (dari edema berat, penyembuhan buruk)
5.
Infeksi (khusunya selulitis, peritonitis, pneumonia,
dan septicemia)
6.
Efek samping terapi steroid yang tidak diinginkan
7.
Gagal tumbuh dan keletihan otot (jangka panjang)
(Bishop, 1996).
Daftar Pustaka
Anonimous. 2010. KTI
Sindrom Nefrotik. http://eirichzone.blogspot.com/2010/09/kti-sindrom-nefrotik.html Diakses
pada 19 Mei 2013
Anonimous. 2013. Oedem
Anasarka EC Sindron Nefrotik. http://camarcumir.blogspot.com/2013/03/oedem-anasarka-ec-sindrom-nefrotik-fk.html Diakses
pada 19 Mei 2013
Archibald, J. (1979). Canine Surgery.
American Veterinary Publication. Inc. Santa Barbara, California.
Bishop, M.Y.(1996). The Veterinary
Formulary dalam Handbook of Medicines Used in Veterinary Practise. 3rd ed.
London. 231.
Fossum. T.W. (2002). Smal Animal Surgery.
2nd ed. Mosby ST, London.
Sisson, S and J.P. Grossman. (1961).
Spanchology in The Anatomy of Domestica Animals. 4th. W.B. Souders, London.
Tiley, L. P and F.W.K. Smith. (2000).
The 5-Minute Veterinary Consults, Canine and Feline. Lipincoot Williams and
Wilkins, Philadhelpia.
Walker, G.R., (1980). An Atlas Of
Veterinary Surgery. John Write and Sons LTD.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar