Minggu, 19 Oktober 2014

Bioteknologi Pembuatan Tempe



BIOTEKNOLOGI PEMBUATAN TEMPE
.     
A. PENDAHULUAN
1.    Latar belakang
Bioteknologi berasal dari dua kata, yaitu 'bio' yang berarti makhuk hidup dan 'teknologi' yang berarti cara untuk memproduksi barang atau jasa. Dari paduan dua kata tersebut European Federation of Biotechnology (1989) mendefinisikan bioteknologi sebagai perpaduan dari ilmu pengetahuan alam dan ilmu rekayasa yang bertujuan meningkatkan aplikasi organisme hidup, sel, bagian dari organisme hidup, dan/atau analog molekuler untuk menghasilkan produk dan jasa.
Dalam kehidupan sehari-hari kita mengenal pembuatan tempe, keju, dan kecap. Semua hal tersebut merupakan aplikasi salah satu cabang ilmu biologi, yakni bioteknologi. Agen hayati seperti bakteri dan jamur diberdayakan untuk mengolah barang mentah menjadi barang yang memiliki nilai lebih. Namun terkadang kita tidak menyadari bahwasannya kita telah menggunakan aplikasi bioteknologi dalam kehidupan sehari-hari, karena kekurang tahuan kita.
Dengan definisi tersebut bioteknologi bukan merupakan sesuatu yang baru. Nenek moyang kita telah memanfaatkan mikroba untuk membuat produk-produk berguna seperti tempe, oncom, tape, arak, terasi, kecap, yogurt, dan nata de coco . Hampir semua antibiotik berasal dari mikroba, demikian pula enzim-enzim yang dipakai untuk membuat sirop fruktosa hingga pencuci pakaian.
Dalam bidang pertanian, mikroba penambat nitrogen telah dimanfaatkan sejak abab ke 19. Mikroba pelarut fosfat telah dimanfaatkan untuk pertanian di negara-negara Eropa Timur sejak tahun 1950-an. Mikroba juga telah dimanfaatkan secara intensif untuk mendekomposisi limbah dan kotoran. Bioteknologi memiliki gradien perkembangan teknologi, yang dimulai dari penerapan bioteknologi tradisional yang telah lama dan secara luas dimanfaatkan, hingga teknik-teknik bioteknologi baru dan secara terus menerus berevolusi
Pada pembahasan kali ini kami akan membahas tentang bioteknologi tradisional khususnya pengolahan kedelai menjadi sumber makanan yang bergizi tinggi yaitu tempe.















B.     PEMBAHASAN
Pembuatan tempe secara tradisional biasanya menggunakan tepung tempe yang dikeringkan di bawah sinar matahari. Sekarang pembuatan tempe ada juga yang menggunakan ragi tempe, Inokulum rhizopus sp. yang berwarna putih kapas.
Tempe adalah makanan hasil fermentasi antara kedelai dengan jamur Rhizopus oligosporus. Ragi ini pula yang membuat rasa tempe dari berbagai daerah  berbeda. Contohnya di Solo jamurnya adalah R. oryzae dan R. stolonifer, di Jakarta  Mucor javanicus, Trichosporum pullulans dan Fusarium sp.. Sepotong tempe  mengandung berbagai unsur bermanfaat, seperti karbohidrat, lemak, protein, serat, vitamin, enzim, daidzein, genisten, serta komponen antibakteri bermanfaat untuk kesehatan. Rasanya yang lezat, harganya murah dan mudah didapat.  
Tempe sangat baik untuk diberikan kepada segala kelompok umur (dari bayi hingga lansia) oleh karena itu tempe adalah makanan untuk semua umur. Tempe sering dijumpai di rumah maupun di warung-warung, sebagai lauk dan pelengkap hidangan ternyata tempe memiliki kandungan dan nilai cerna yang lebih baik dibandingkan dengan kedelai.
Pada tempe terjadi peningkatan nilai gizi kurang lebih 2 kali lipat setelah  kedelai difermentasi menjadi tempe, seperti kadar vitamin B2, vitamin B12, niasin,  dan asam pantorenat. Bahkan hasil analisis, gizi tempe menunjukkan kandungan  niasin sebesar 1.13 mg/100 gram berat tempe yang dapat dimakan.



1.    Tahapan -Tahapan dalam Proses Pembuatan Tempe
Terdapat berbagai metode pembuatan tempe. Namun, teknik pembuatan tempe di Indonesia secara umum terdiri dari tahapan perebusan, pengupasan, perendaman dan pengasaman, pencucian, inokulasi dengan ragi, pembungkusan, dan fermentasi.
·         Perebusan
                Pada  tahap  awal  pembuatan  tempe,  biji  kedelai  direbus.  Tahap perebusan ini berfungsi sebagai proses hidrasi, yaitu agar biji kedelai menyerap air sebanyak mungkin. Perebusan juga dimaksudkan untuk melunakkan biji kedelai supaya nantinya dapat menyerap asam pada tahap perendaman.
·      Pengupasan
            Kulit biji kedelai dikupas pada tahap pengupasan agar miselium fungi dapat menembus biji kedelai selama tangan selama proses fermentasi. Pengupasan dapat dilakukan dengan tangan, diinjak-injak dengan kaki, atau dengan alat pengupas kulit biji.
·      Perendaman dan Pengasaman
                Setelah dikupas, biji kedelai direndam. Tujuan tahap perendaman ialah untuk hidrasi biji kedelai dan membiarkan terjadinya fermentasi asam laktat secara alami agar diperoleh keasaman yang dibutuhkan untuk pertumbuhan fungi. Fermentasi asam laktat terjadi dicirikan oleh munculnya bau asam dan buih  pada  air  rendaman  akibat  pertumbuhan  bakteri Lactobacillus.  Bila pertumbuhan bakteri asam laktat tidak optimum (misalnya di negara-negara subtropis), asam perlu ditambahkan pada air rendaman. Fermentasi asam laktat dan pengasaman ini ternyata juga bermanfaat meningkatkan nilai gizi dan menghilangkan bakteri-bakteri beracun.
·      Pencucian
            Proses pencucian akhir dilakukan untuk menghilangkan kotoran yang mungkin dibentuk oleh bakteri asam laktat dan agar biji kedelai tidak terlalu asam. Bakteri dan kotorannya dapat menghambat pertumbuhan fungi.
·         Inokulasi dengan Ragi
Inokulasi dilakukan dengan penambahan inokulum, yaitu ragi tempe atau laru. Inokulum dapat berupa kapang yang tumbuh dan dikeringkan pada daun waru atau daun jati (disebut usar; digunakan secara tradisional), spora kapang tempe dalam medium tepung (terigu, beras, atau tapioka; banyak dijual di pasaran), ataupun kultur R. oligosporus murni (umum digunakan oleh pembuat tempe di luar Indonesia).
Inokulasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu (1) penebaran inokulum pada permukaan kacang kedelai yang sudah dingin dan dikeringkan, lalu dicampur merata sebelum pembungkusan; atau (2) inokulum  dapat  dicampurkan  langsung  pada  saat perendaman,  dibiarkan beberapa lama, lalu dikeringkan.
·         Pembungkusan dan Fermentasi
Setelah diinokulasi, biji-biji kedelai dibungkus atau ditempatkan dalam wadah untuk fermentasi.  Berbagai bahan pembungkus atau wadah dapat digunakan (misalnya daun pisang, daun waru, daun jati, plastik, gelas, kayu, dan baja), asalkan memungkinkan masuknya udara karena kapang tempe membutuhkan oksigen untuk tumbuh. Bahan pembungkus dari daun atau plastik biasanya diberi lubang-lubang dengan cara ditusuk-tusuk. Biji-biji kedelai yang sudah dibungkus dibiarkan untuk mengalami proses fermentasi. Pada proses ini kapang tumbuh pada permukaan dan menembus biji-biji kedelai, menyatukannya menjadi tempe. Fermentasi dapat dilakukan pada suhu 20°C–37°C selama 18–36 jam. Waktu fermentasi yang lebih singkat biasanya untuk tempe yang menggunakan banyak inokulum dan suhu yang lebih tinggi, sementara proses tradisional menggunakan laru dari daun biasanya membutuhkan waktu fermentasi sampai 36 jam.











2.    Faktor yang Perlu Diperhatikan dalam Pembuatan Tempe
·         Oksigen
Oksigen dibutuhkan untuk pertumbuhan kapang. Aliran udara yang terlalu cepat menyebabkan proses metabolisme akan berjalan cepat sehingga dihasilkan panas yang dapat merusak pertumbuhan kapang. Oleh karena itu apabila digunakan kantong plastik sebagai bahan pembungkusnya maka sebaiknya pada kantong tersebut diberi lubang dengan jarak antara lubang yang satu dengan lubang lainnya sekitar 2 cm.
·         Uap air
Uap air yang berlebihan akan menghambat pertumbuhan kapang. Hal ini disebabkan karena setiap jenis kapang mempunyai Aw optimum untuk pertumbuhannya.
·         Suhu
Kapang tempe dapat digolongkan ke dalam mikroba yang bersifat mesofilik, yaitu dapat tumbuh baik pada suhu ruang (25-27 0C). Oleh karena itu, maka pada waktu pemeraman, suhu ruangan tempat pemeraman perlu diperhatikan.
·         Keaktifan Laru
Laru yang disimpan pada suatu periode tertentu akan berkurang keaktifannya. Karena itu pada pembuatan tape sebaiknya digunakan laru yang belum terlalu lama disimpan agar dalam pembuatan tempe tidak mengalami kegagalan.
Untuk membuat tempe dibutuhkan inokulum atau laru tempe atau ragi tempe. Laru tempe dapat dijumpai dalam berbagai bentuk misalnya bentuk tepung atau yang menempel pada daun waru dan dikenal dengan nama Usar. Laru dalam bentuk tepung dibuat dengan cara menumbuhkan spora kapang pada bahan, dikeringkan dan kemudian ditumbuk. Bahan yang akan digunakan untuk sporulasi dapat bermacam- macam seperti tepung terigu, beras, jagung, atau umbi-umbian.
Berdasarkan atas tingkat kemurniannya, inokulum atau laru tempe dapat dibedakan atas: inokulum murni tunggal, inokulum campuran, dan inokulum murni campuran. Adapun perbedaannya adalah pada jenis dan banyaknya mikroba yang terdapat dan berperan dalam laru tersebut.
Mikroba yang sering dijumpai pada laru tempe adalah kapang jenis Rhizopus oligosporus, atau kapang dari jenis R. oryzae. Sedangkan pada laru murni campuran selain kapang Rhizopus oligosporus, dapat dijumpai pula kultur murni Klebsiella. Selain bakteri Klebsiella, ada beberapa jenis bakteri yang berperan pula dalam proses fermentasi tempe diantaranya adalah: Bacillus sp., Lactobacillus sp., Pediococcus sp., Streptococcus sp., dan beberapa genus bakteri yang memproduksi vitamin B12. Adanya bakteri Bacillus sp pada tempe merupakan kontaminan, sehingga hal ini tidak diinginkan.







3.    Khasiat Tempe
Tempe berpotensi untuk digunakan melawan radikal bebas, sehingga dapat menghambat  proses  penuaan  dan  mencegah  terjadinya  penyakit degeneratif (aterosklerosis, jantung koroner, diabetes melitus, kanker, dan lain-lain). Selain itu tempe juga mengandung zat antibakteri penyebab diare, penurun kolesterol darah, pencegah penyakit jantung, hipertensi, dan lain-lain.
Komposisi gizi tempe baik kadar protein, lemak, dan karbohidratnya tidak banyak  berubah  dibandingkan  dengan  kedelai.  Namun, karena  adanya  enzim pencernaan yang dihasilkan oleh kapang tempe, maka protein, lemak, dan karbohidrat pada tempe menjadi lebih mudah dicerna di dalam tubuh dibandingkan yang terdapat dalam kedelai. Oleh karena itu, tempe sangat baik untuk diberikan kepada segala kelompok umur (dari bayi hingga lansia), sehingga bisa disebut sebagai makanan semua umur.
10 Khasiat Tempe:
a.    Protein yang terdapat dalam tempe sangat tinggi, mudah dicerna sehingga baik untuk mengatasi diare.
b.    Mengandung  zat  besi,  flafoid  yang  bersifat  antioksi dan  sehingga menurunkan tekanan darah.
c.    Mengandung superoksida desmutase yang dapat mengendalikan radikal bebas, baik bagi penderita jantung.
d.   Penanggulangan  anemia.  Anemi  ditandai  dengan  rendahnya kadar hemoglobin karena kurang tersedianya zat besi (Fe), tembaga (Cu), Seng(Zn), protein, asam folat dan vitamin B12, di mana unsur-unsur tersebut terkandung dalam tempe.
e.    Anti  infeksi.  Hasil  survey  menunjukkan  bahwa  tempe  mengandung senyawa anti bakteri yang diproduksi oleh karang tempe (R. Oligosporus) merupakan antibiotika yang bermanfaat meminimalkan kejadian infeksi.
f.     Daya hipokolesterol. Kandungan asam lemak jenuh ganda pada tempe bersifat dapat menurunkan kadar kolesterol.
g.    Memiliki sifat anti oksidan, menolak kanker.
h.    Mencegah masalah gizi ganda (akibat kekurangan dan kelebihan gizi) beserta  berbagai  penyakit  yang  menyertainya,  baik  infeksi maupun degeneratif.
i.      Mencegah timbulnya hipertensi.
j.      Kandungan kalsiumnya yang tinggi, tempe dapat mencegah osteoporosis.








C.    KESIMPULAN
1.    Kesimpulan
Dari pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa dalam proses pembuatan tempe melibatkan mikroorganisme yaitu menggunakan beberapa jenis kapang Rhizopus, seperti Rhizopus oligosporus, Rh. oryzae, Rh. stolonifer (kapang roti), atau Rh. arrhizus. Sediaan fermentasi ini secara umum dikenal sebagai "ragi tempe".
Berbagai macam kandungan dalam tempe mempunyai  nilai  obat, seperti antibiotika  untuk  menyembuhkan  infeksi  dan antioksidan pencegah penyakit degeneratif. Teknik pembuatan tempe di Indonesia secara umum terdiri dari tahapan perebusan, pengupasan, perendaman dan pengasaman, pencucian, inokulasi dengan ragi, pembungkusan, dan fermentasi.
Kandungan gizi pada tempe antara lain asam lemak, vitamin, mineral dan antioksidan. Hasil beberapa temuan terhadap potensi tempe di dalam mencegah oksidasi ataupun sebagai pembersih radikal bebas dapat memberikan nilai tambah bagi tempe yang selama ini seakan-akan tenggelam di tengah kancah persaingan bahan pangan modern. Selain tempe berbahan dasar kacang kedelai, terdapat pula berbagai jenis makanan berbahan bukan kedelai yang juga disebut tempe. Terdapat dua golongan besar tempe menurut bahan dasarnya, yaitu tempe berbahan dasar legum dan tempe berbahan dasar non-legum.



DAFTAR PUSTAKA


Astawan, M. dan Mita W. 1991. Teknologi Pengolahan Pangan Nabati Tepat Guna. Jakarta : Akademika Pressindo.

Endi Ridwan. 1988. Tempe Sebagai Bahan Pangan, Makanan Dan Obat. Medika; 14(8): 744–749.

Sarwono, B. 1982. Membuat Tempe dan Oncom. Jakarta : PT. Penebar Swadaya.

Tri Margono, Detty Suryati, Sri Hartinah. 1993. Buku Panduan Teknologi Pangan. Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan PDII-LIPI bekerjasama dengan Swiss Development Cooperation.

Tri Radiyati et.al. 1992. Pengolahan Kedelai. Subang: BPTTG Puslitbang Fisika Terapan-LIPI.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar