BIOTEKNOLOGI
PEMBUATAN TEMPE
.
A. PENDAHULUAN
1.
Latar belakang
Bioteknologi
berasal dari dua kata, yaitu 'bio' yang berarti makhuk hidup dan 'teknologi'
yang berarti cara untuk memproduksi barang atau jasa. Dari paduan dua kata
tersebut European Federation of Biotechnology (1989) mendefinisikan
bioteknologi sebagai perpaduan dari ilmu pengetahuan alam dan ilmu rekayasa
yang bertujuan meningkatkan aplikasi organisme hidup, sel, bagian dari
organisme hidup, dan/atau analog molekuler untuk menghasilkan produk dan jasa.
Dalam kehidupan
sehari-hari kita mengenal pembuatan tempe, keju, dan kecap. Semua hal tersebut
merupakan aplikasi salah satu cabang ilmu biologi, yakni bioteknologi. Agen
hayati seperti bakteri dan jamur diberdayakan untuk mengolah barang mentah
menjadi barang yang memiliki nilai lebih. Namun terkadang kita tidak menyadari
bahwasannya kita telah menggunakan aplikasi bioteknologi dalam kehidupan
sehari-hari, karena kekurang tahuan kita.
Dengan
definisi tersebut bioteknologi bukan merupakan sesuatu yang baru. Nenek moyang
kita telah memanfaatkan mikroba untuk membuat produk-produk berguna seperti
tempe, oncom, tape, arak, terasi, kecap, yogurt, dan nata de coco . Hampir
semua antibiotik berasal dari mikroba, demikian pula enzim-enzim yang dipakai
untuk membuat sirop fruktosa hingga pencuci pakaian.
Dalam
bidang pertanian, mikroba penambat nitrogen telah dimanfaatkan sejak abab ke
19. Mikroba pelarut fosfat telah dimanfaatkan untuk pertanian di negara-negara
Eropa Timur sejak tahun 1950-an. Mikroba juga telah dimanfaatkan secara
intensif untuk mendekomposisi limbah dan kotoran. Bioteknologi memiliki gradien
perkembangan teknologi, yang dimulai dari penerapan bioteknologi tradisional
yang telah lama dan secara luas dimanfaatkan, hingga teknik-teknik bioteknologi
baru dan secara terus menerus berevolusi
Pada
pembahasan kali ini kami akan membahas tentang bioteknologi tradisional
khususnya pengolahan kedelai menjadi sumber makanan yang bergizi tinggi yaitu
tempe.
B.
PEMBAHASAN
Pembuatan
tempe secara tradisional biasanya menggunakan tepung tempe yang dikeringkan di
bawah sinar matahari. Sekarang pembuatan tempe ada juga yang menggunakan ragi
tempe, Inokulum rhizopus sp. yang berwarna putih kapas.
Tempe
adalah makanan hasil fermentasi antara kedelai dengan jamur Rhizopus oligosporus. Ragi ini pula yang
membuat rasa tempe dari berbagai daerah berbeda.
Contohnya di Solo jamurnya adalah R.
oryzae dan R. stolonifer, di
Jakarta Mucor javanicus, Trichosporum
pullulans dan Fusarium sp..
Sepotong tempe mengandung berbagai unsur
bermanfaat, seperti karbohidrat, lemak, protein, serat, vitamin, enzim,
daidzein, genisten, serta komponen antibakteri bermanfaat untuk kesehatan.
Rasanya yang lezat, harganya murah dan mudah didapat.
Tempe
sangat baik untuk diberikan kepada segala kelompok umur (dari bayi hingga
lansia) oleh karena itu tempe adalah makanan untuk semua umur. Tempe sering
dijumpai di rumah maupun di warung-warung, sebagai lauk dan pelengkap hidangan
ternyata tempe memiliki kandungan dan nilai cerna yang lebih baik dibandingkan
dengan kedelai.
Pada
tempe terjadi peningkatan nilai gizi kurang lebih 2 kali lipat setelah kedelai difermentasi menjadi tempe, seperti
kadar vitamin B2, vitamin B12, niasin, dan
asam pantorenat. Bahkan hasil analisis, gizi tempe menunjukkan kandungan niasin sebesar 1.13 mg/100 gram berat tempe
yang dapat dimakan.
1.
Tahapan -Tahapan dalam Proses Pembuatan Tempe
Terdapat berbagai metode pembuatan tempe.
Namun, teknik pembuatan tempe di Indonesia secara umum terdiri dari tahapan
perebusan, pengupasan, perendaman dan pengasaman, pencucian, inokulasi dengan
ragi, pembungkusan, dan fermentasi.
·
Perebusan
Pada tahap
awal pembuatan tempe, biji kedelai direbus.
Tahap perebusan ini berfungsi sebagai proses hidrasi, yaitu agar biji
kedelai menyerap air sebanyak mungkin.
Perebusan juga dimaksudkan untuk melunakkan biji kedelai supaya nantinya
dapat menyerap asam pada tahap perendaman.
· Pengupasan
Kulit
biji kedelai dikupas pada tahap pengupasan agar miselium fungi dapat
menembus biji kedelai selama tangan selama proses fermentasi. Pengupasan dapat dilakukan dengan tangan,
diinjak-injak dengan kaki, atau dengan alat pengupas kulit biji.
· Perendaman
dan Pengasaman
Setelah dikupas,
biji kedelai direndam. Tujuan tahap perendaman ialah untuk hidrasi biji kedelai dan membiarkan terjadinya fermentasi asam
laktat secara alami agar diperoleh keasaman yang dibutuhkan untuk pertumbuhan fungi.
Fermentasi asam laktat terjadi dicirikan oleh munculnya bau asam dan buih
pada air rendaman akibat pertumbuhan
bakteri Lactobacillus. Bila pertumbuhan
bakteri asam laktat tidak optimum (misalnya di negara-negara subtropis),
asam perlu ditambahkan pada air rendaman. Fermentasi asam laktat dan pengasaman ini ternyata juga bermanfaat meningkatkan
nilai gizi dan menghilangkan bakteri-bakteri beracun.
· Pencucian
Proses
pencucian akhir dilakukan untuk menghilangkan kotoran yang mungkin dibentuk
oleh bakteri asam laktat dan agar biji kedelai tidak terlalu asam. Bakteri dan
kotorannya dapat menghambat pertumbuhan fungi.
·
Inokulasi dengan Ragi
Inokulasi dilakukan
dengan penambahan inokulum, yaitu ragi tempe atau laru. Inokulum dapat berupa
kapang yang tumbuh dan dikeringkan pada daun waru atau daun jati (disebut usar;
digunakan secara tradisional), spora kapang tempe dalam medium tepung (terigu, beras, atau
tapioka; banyak dijual di pasaran), ataupun
kultur R. oligosporus murni (umum
digunakan oleh pembuat tempe di luar Indonesia).
Inokulasi dapat dilakukan dengan dua cara,
yaitu (1) penebaran inokulum pada permukaan kacang kedelai yang sudah dingin
dan dikeringkan, lalu dicampur merata sebelum pembungkusan; atau (2) inokulum
dapat dicampurkan langsung pada saat perendaman,
dibiarkan beberapa lama, lalu dikeringkan.
·
Pembungkusan dan Fermentasi
Setelah diinokulasi, biji-biji kedelai
dibungkus atau ditempatkan dalam wadah untuk
fermentasi. Berbagai bahan pembungkus atau wadah dapat digunakan (misalnya daun pisang, daun waru, daun
jati, plastik, gelas, kayu, dan
baja), asalkan memungkinkan masuknya udara karena kapang tempe membutuhkan
oksigen untuk tumbuh. Bahan pembungkus dari daun atau plastik biasanya
diberi lubang-lubang dengan cara ditusuk-tusuk. Biji-biji kedelai yang sudah dibungkus dibiarkan untuk mengalami proses fermentasi. Pada proses ini kapang tumbuh
pada permukaan dan menembus biji-biji
kedelai, menyatukannya menjadi tempe. Fermentasi dapat dilakukan pada suhu
20°C–37°C selama 18–36 jam. Waktu fermentasi yang lebih singkat biasanya
untuk tempe yang menggunakan banyak inokulum dan suhu yang lebih tinggi, sementara proses tradisional menggunakan laru
dari daun biasanya membutuhkan waktu fermentasi sampai 36 jam.
2.
Faktor yang Perlu
Diperhatikan dalam Pembuatan Tempe
·
Oksigen
Oksigen
dibutuhkan untuk pertumbuhan kapang. Aliran udara yang terlalu cepat
menyebabkan proses metabolisme akan berjalan cepat sehingga dihasilkan panas
yang dapat merusak pertumbuhan kapang. Oleh karena itu apabila digunakan
kantong plastik sebagai bahan pembungkusnya maka sebaiknya pada kantong
tersebut diberi lubang dengan jarak antara lubang yang satu dengan lubang
lainnya sekitar 2 cm.
·
Uap air
Uap
air yang berlebihan akan menghambat pertumbuhan kapang. Hal ini disebabkan
karena setiap jenis kapang mempunyai Aw optimum untuk pertumbuhannya.
·
Suhu
Kapang
tempe dapat digolongkan ke dalam mikroba yang bersifat mesofilik, yaitu dapat
tumbuh baik pada suhu ruang (25-27 0C). Oleh karena itu, maka pada
waktu pemeraman, suhu ruangan tempat pemeraman perlu diperhatikan.
·
Keaktifan Laru
Laru
yang disimpan pada suatu periode tertentu akan berkurang keaktifannya. Karena
itu pada pembuatan tape sebaiknya digunakan laru yang belum terlalu lama
disimpan agar dalam pembuatan tempe tidak mengalami kegagalan.
Untuk
membuat tempe dibutuhkan inokulum atau laru tempe atau ragi tempe. Laru tempe
dapat dijumpai dalam berbagai bentuk misalnya bentuk tepung atau yang menempel
pada daun waru dan dikenal dengan nama Usar. Laru dalam bentuk tepung dibuat
dengan cara menumbuhkan spora kapang pada bahan, dikeringkan dan kemudian
ditumbuk. Bahan yang akan digunakan untuk sporulasi dapat bermacam- macam
seperti tepung terigu, beras, jagung, atau umbi-umbian.
Berdasarkan
atas tingkat kemurniannya, inokulum atau laru tempe dapat dibedakan atas: inokulum
murni tunggal, inokulum campuran, dan inokulum murni campuran. Adapun
perbedaannya adalah pada jenis dan banyaknya mikroba yang terdapat dan berperan
dalam laru tersebut.
Mikroba
yang sering dijumpai pada laru tempe adalah kapang jenis Rhizopus oligosporus, atau kapang dari jenis R. oryzae. Sedangkan pada laru murni campuran selain kapang Rhizopus oligosporus, dapat dijumpai
pula kultur murni Klebsiella. Selain
bakteri Klebsiella, ada beberapa
jenis bakteri yang berperan pula dalam proses fermentasi tempe diantaranya
adalah: Bacillus sp., Lactobacillus sp., Pediococcus sp., Streptococcus
sp., dan beberapa genus bakteri yang memproduksi vitamin B12. Adanya
bakteri Bacillus sp pada tempe merupakan kontaminan, sehingga hal ini tidak
diinginkan.
3.
Khasiat Tempe
Tempe berpotensi
untuk digunakan melawan radikal bebas, sehingga dapat menghambat proses penuaan
dan mencegah terjadinya penyakit degeneratif (aterosklerosis, jantung koroner, diabetes
melitus, kanker, dan lain-lain). Selain itu tempe juga mengandung zat
antibakteri penyebab diare, penurun kolesterol darah, pencegah penyakit
jantung, hipertensi, dan lain-lain.
Komposisi gizi
tempe baik kadar protein, lemak, dan karbohidratnya tidak banyak berubah
dibandingkan dengan kedelai. Namun, karena adanya
enzim pencernaan yang dihasilkan oleh kapang tempe, maka protein, lemak,
dan karbohidrat pada tempe menjadi lebih
mudah dicerna di dalam tubuh dibandingkan yang terdapat dalam kedelai. Oleh karena itu, tempe sangat baik
untuk diberikan kepada segala kelompok umur (dari bayi hingga lansia), sehingga
bisa disebut sebagai makanan semua umur.
10 Khasiat Tempe:
a.
Protein yang terdapat dalam tempe
sangat tinggi, mudah dicerna sehingga baik untuk mengatasi diare.
b.
Mengandung zat besi,
flafoid yang bersifat antioksi dan sehingga menurunkan tekanan darah.
c.
Mengandung superoksida desmutase
yang dapat mengendalikan radikal bebas, baik bagi penderita jantung.
d.
Penanggulangan anemia.
Anemi ditandai dengan rendahnya kadar hemoglobin
karena kurang tersedianya zat besi (Fe), tembaga (Cu), Seng(Zn), protein, asam
folat dan vitamin B12, di mana unsur-unsur tersebut terkandung dalam tempe.
e.
Anti infeksi. Hasil survey
menunjukkan bahwa tempe mengandung senyawa anti bakteri yang diproduksi oleh karang
tempe (R. Oligosporus) merupakan
antibiotika yang bermanfaat meminimalkan kejadian infeksi.
f.
Daya hipokolesterol. Kandungan asam
lemak jenuh ganda pada tempe bersifat dapat menurunkan kadar kolesterol.
g.
Memiliki sifat anti oksidan, menolak kanker.
h.
Mencegah masalah gizi ganda (akibat
kekurangan dan kelebihan gizi) beserta berbagai penyakit yang
menyertainya, baik infeksi maupun degeneratif.
i.
Mencegah timbulnya hipertensi.
j.
Kandungan kalsiumnya yang tinggi, tempe dapat mencegah
osteoporosis.
C.
KESIMPULAN
1.
Kesimpulan
Dari
pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa dalam proses pembuatan tempe
melibatkan mikroorganisme yaitu menggunakan beberapa jenis kapang Rhizopus, seperti Rhizopus oligosporus, Rh. oryzae, Rh. stolonifer (kapang roti), atau Rh. arrhizus. Sediaan
fermentasi ini secara umum dikenal sebagai "ragi tempe".
Berbagai macam kandungan
dalam tempe mempunyai nilai obat, seperti antibiotika
untuk menyembuhkan infeksi dan antioksidan pencegah
penyakit degeneratif. Teknik pembuatan tempe di Indonesia secara umum terdiri
dari tahapan perebusan, pengupasan, perendaman dan pengasaman, pencucian,
inokulasi dengan ragi, pembungkusan, dan fermentasi.
Kandungan gizi pada tempe antara lain asam lemak, vitamin, mineral dan antioksidan. Hasil
beberapa temuan terhadap potensi tempe di dalam mencegah oksidasi ataupun
sebagai pembersih radikal bebas dapat memberikan nilai tambah bagi tempe yang
selama ini seakan-akan tenggelam di tengah kancah persaingan bahan pangan
modern. Selain tempe berbahan dasar kacang kedelai, terdapat pula berbagai
jenis makanan berbahan bukan kedelai yang juga disebut tempe. Terdapat dua
golongan besar tempe menurut bahan dasarnya, yaitu tempe berbahan dasar legum dan tempe berbahan dasar non-legum.
DAFTAR
PUSTAKA
Astawan, M. dan Mita W. 1991. Teknologi Pengolahan Pangan Nabati Tepat Guna. Jakarta : Akademika
Pressindo.
Endi Ridwan. 1988. Tempe
Sebagai Bahan Pangan, Makanan Dan Obat. Medika; 14(8): 744–749.
Sarwono, B. 1982. Membuat
Tempe dan Oncom. Jakarta : PT. Penebar Swadaya.
Tri Margono, Detty Suryati, Sri Hartinah. 1993. Buku Panduan Teknologi Pangan. Pusat
Informasi Wanita dalam Pembangunan PDII-LIPI bekerjasama dengan Swiss
Development Cooperation.
Tri Radiyati et.al. 1992. Pengolahan Kedelai. Subang: BPTTG Puslitbang Fisika Terapan-LIPI.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar