Sabtu, 15 Juni 2013

DIAGNOSA KLINIK VETERINER "SINDROM NEFROTIK"



Ditinjau dari jenis kelamin, hewan jantan memiliki kecenderungan untuk menjalani operasi cystotomi. Anatomi saluran kelamin pada hewan jantan yang berbentu huruf `S` yang disebut plexure sigmoidea merupakan faktor pendukung terjadinya gangguan pada sistem urinasi. Disamping itu pemberian makanan yang mengandung protein tinggi dapat juga mendorong pembentukan proteinuria (Anonimous, 2013).
Vesika urinaria adalah suatu kantong yang bersifat muculo membraneuos. Secara anatomis vesika urinaria terletak pada bagian ventral dari cavum abdominalis, berada di sisi kanan rongga pelvis, mempunyai dinding otot yang kuat. Besarnya tergantung dari besar hewan dan banyaknya urin yang terkandung didalamnya. Vesika urinaria menerima urin dari ginjal melewati ureter dan kemudian disimpan sampai waktunya dikeluarkan melalui utetra.. vesika urinaria dibagi tiga bagian yaitu Cervix vesikae (leher), Corpus vesikae (badan) dan Vertex vesikae (puncak). Vesika urinaria yang kosong berbentuk piramid, sedangkan jika berisi urin berbentuk  bulat (Sisson dkk, 1961).
Vesika urinaria terdiri dari permukaan ventral dan dorsal. Permukan ventral (fascia ventralis) berbatasan dengan rongga pelvis dan abdomen, sedangkan permukaan dorsal (fascia dorsalis) berbatasan dengan rektum, alat kelamin, ujung duktus deferen, vesika urinaria dan glandula prosta (Sisson dkk., 1961).
Sindrom nefrotik, adalah salah satu penyakit ginjal yang sering dijumpai pada hewan muda, merupakan suatu kumpulan gejala-gejala klinis yang terdiri dari proteinuria masif, hipoalbuminemia, hiperkholesterolemia serta sembab. Yang dimaksud proteinuria masif adalah apabila didapatkan proteinuria sebesar 50-100 mg/kg berat badan/hari atau lebih. Albumin dalam darah biasanya menurun hingga kurang dari 2,5 gram/dl (Anonimous, 2010).


1.1         Mekanisme Terbentuknya Edema Nefrosis
Mekanisme pembentukan edema pada nefrosis tidak dimengerti sepenuhnya. Kemungkinannya adalah bahwa edema didahului oleh timbulnya hipoalbuminemia, akibat kehilangan protein urin. Hipoalbuminemia memungkinkan transudasi cairan dari ruang intravaskuler ke ruang interstisial. Penurunan volume intravaskuler menurunkan tekanan perfusi ginjal, mengaktifkan system rennin-angiotensin –aldosteron, yang merangsang reabsorbsi natrium di tubulus distal. Penurunan volume intravaskuler juga merangsang pelepasan hormone antidiuretik, yang mempertinggi reabsorbsi air dalam duktus kolektivus. Karena tekanan onkotik plasma berkurang, natrium dan air yang teral direabsorbsi masuk ke ruang interstisial, memperberat edema. Adanya factor factor lain yang juga memainkan peran pada pembentukan edema dapat ditunjukkan melalui observasi bahwa beberapa penderita sindrom nefrotik mempunyai volume intravaskuler yang normal atau meningkat, dan kadar rennin serta aldosteron plasma normal atau menurun (Bishop, 1996).
Menurut (Tiley dkk, 2000) penjelasan secara hipotesis meliputo defek intrarenal dalam eksresi natrium dan air atau adanya agen dalam sirkulasi yang menaikkan pereabilitas dinding kapiler di seluruh tubuh serta dalam ginjal. Pada status nefrosis, hamper semua kadar lemak (kolesterol, trigliserid) dan lipoprotein serum meningkat. Sekurangkurangnya ada dua factor yang memberikan sebagian penjelasan :
a)        Hipoproteinemia merangsang sintesis protein menyeluruh dalam hati, termasuk lipoprotein, dan
b)        Katabolisme lemak menurun, karena penurunan kadar lipoprotein lipase plasma, system enzim utama yang mengambil lemak dari plasma. Apakah lipoprotein lipase keluar melalui urin belum jelas.


1.2         Gejala Klinis
Sindrom nefrotik adalah keadaan klinis yang disebabkan oleh kerusakan glomerulus. Peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap protein plasma menimbulkan :
1.         Proteinuria
2.         Hipoalbuminemia
3.         Hiperlipidemia
Walaupun gejala yang ditumbulkan bervariasi seiring dengan perbedaan proses penyakit, gejala yang paling sering berkaitan dengan sindrom nefrotik adalah :
1.         Penurunan pengeluaran urine dengan urine berwarna gelap, berbusa
2.         Retensi cairan dengan edema berat (edema faisal, abdomen, area genetalia, dan ekstremitas)
3.         Distensi abdomen karena edema dan edema usus yang mengakibatkan kesulitan bernapas, nyeri abdomen, anoreksia, diare dan pucat
4.         Keletihan dan intoleran aktivitas
5.         Nilai uji laboratorium abdnormal

1.3         Diagnosa Klinik
1.        Anamnesis : bengkak seluruh tubuh dan buang air kecil warna keruh
2.        Pemeriksaan fisik : edema anasarka dan asites
3.        Laboratorium : proteinuri massif, hiperlipidemia, hipoalbuminemia, lipiduria, hiperkoagulabilitas
4.        Pemeriksaan penunjang : urinalisis, ureum, creatinin, tes fungsi hati, profil lipid, elektrolit, gula darah, hemostasis, pemeriksaan imunologi, biopsy ginjal, proteuniurin kuantitaif (Archibald, 1979).

1.4         Diagnose Banding
1.        Sembab non-renal : gagal jantung kongestif, gangguan nutrisi, edema hepatal, edema Quincke
2.        Glomerulonefritis akut
3.        Lupus sitemik eritematosus (Archibald, 1979).

1.5         Pemeriksaan Penunjang
Urin terlihat berkabut dan terdapat albuminuria berat. Proteinuria yang sangat selektif, yaitu urin yang mengandung sejumlah besar protein dengan berat molekul rendah, merupakan gambaran prognostic yang baik yang menunjukkan histology perubahan minimal. Silinderhialin sangat banyak. Albumin serum dibawah 25 g/L dan kolesterol serum biasanya meningkat. Keratin serum biasanya normal (Fossum, 2002).

1.6         Penanganan Sindrom Nefrotik
Tidak ada tindakan yang spesifik, infeksi harus dicegah karena daya tahan tubuh pasien menurun. Banyak protein yang terbuang dalam urin dan terjadi edema berat yang dapat mengancam integritas kulit. Obat imunosupresan yang diberikan kepada pasien juga dapat membuat daya tahan tubuh menurun. Torasentesis atau parasentesis dapat dilakukan apabila banyak cairan yang terkumpul dalam celah pleura atau rongga abdomen. Prosedur ini hanya dapat mengurangi rasa sesak dan dispnea yang berat (Walker, 1980).
Diet pada klien ini diberikan 1 g/kg protein setiap hari. supan natrium dibatasi untuk mengendalikan edema. Makanan tinggi kalium diberikan untuk pasien yang menerima diureitk. Aktivitas juga dapat dilakukan dengan tirah baring selama edema berat dan tanda infeksi. Imobilitas yang lama tidak dianjurkan (Tiley dkk, 2000)
Menurut (Fossum, 2002) bahwa penatalaksanaan pada klien dengan sindrom nefrotik adalah sebagai berikut :
1.             Pemantauan cairan dengan mengkaji ketidakseimbangan elektrolit, seperti hipokalsemia, hiponatremia, dan hipernatremia
2.             Pemberian nutrisi yang adekuat, yaitu tinggi kalori, tinggi protein dan menurunkan jumlah natirum (mengurangi makanan yang mengandung tinggi natrium)
3.             Pemberian perawatan kulit atau mengubah posisi dengan sering, serta menggunakan bantal penopang untuk menghindari kerusakan pada daerah penonjolan
4.             Penatalaksanaan medis dalam pemberian kortikosteroid, diuretic dan retriksi natirium (8)

1.7         Komplikasi
1.        Penurnan volume intravascular (syok hipovolemik)
2.        Kemampuan koagulasi yang berlebihan (thrombosis vena)
3.        Gangguan pernapasan (yang berhubungan dengan retensi cairan dan distensi abdomen)
4.        Kerusakan kulit (dari edema berat, penyembuhan buruk)
5.        Infeksi (khusunya selulitis, peritonitis, pneumonia, dan septicemia)
6.        Efek samping terapi steroid yang tidak diinginkan
7.        Gagal tumbuh dan keletihan otot (jangka panjang) (Bishop, 1996).


Daftar Pustaka
Anonimous. 2010. KTI Sindrom Nefrotik. http://eirichzone.blogspot.com/2010/09/kti-sindrom-nefrotik.html Diakses pada 19 Mei 2013
Anonimous. 2013. Oedem Anasarka EC Sindron Nefrotik. http://camarcumir.blogspot.com/2013/03/oedem-anasarka-ec-sindrom-nefrotik-fk.html Diakses pada 19 Mei 2013
Archibald, J. (1979). Canine Surgery. American Veterinary Publication. Inc. Santa Barbara, California.
Bishop, M.Y.(1996). The Veterinary Formulary dalam Handbook of Medicines Used in Veterinary Practise. 3rd ed. London. 231.
Fossum. T.W. (2002). Smal Animal Surgery. 2nd ed. Mosby ST, London.
Sisson, S and J.P. Grossman. (1961). Spanchology in The Anatomy of Domestica Animals. 4th. W.B. Souders, London.
Tiley, L. P and F.W.K. Smith. (2000). The 5-Minute Veterinary Consults, Canine and Feline. Lipincoot Williams and Wilkins, Philadhelpia.
Walker, G.R., (1980). An Atlas Of Veterinary Surgery. John Write and Sons LTD.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar